Selasa, 22 September 2015
Pertemuan Filsafat Ilmu Ke-3
PPs PMat A
Pengampu : Prof. Marsigit., M.A
Tempat 305b
"Yang Mudah " dan "Yang Sulit"
Berawal dari pertanyaan Bu Retno yakni mengapa siswa
sekarang lebih cenderung memilih hal yang mudah? Segala sesuatu hal ingin
instan dan cepat. Pertanyaan yang bagus untuk kita bahas dan kita cermati.
Tanggapan Pak Marsigit memang saat ini kita mulai masuk kedalam budaya yang disebut
dengan budaya instan. Berkembangnya pandangan yang mengatakan” Ada yang mudah
mengapa cari yang sulit, Bisa dipermudah kenapa dipersulit?” membuat budaya
instan ini makin diminati. Pak Marsigit membandingkan pandangan tersebut dengan
anti thesisnya, yaitu “ Ada yang sulit mengapa dipermudah?, Bisa mengerjakan
sesuatu yang sulit mengapa mengerjakan yang mudah?”. Kata–kata yang simple,
mudah diucapkan, tapi sulit untuk dilaksanakan. Ditinjau dari sisi Psikologis
pelakunya, kedua pandangan ini terdapat perbedaan :
Pandangan Pertama : Tidak mau berjuang , tidak mau berkembang, nyaman di zona aman, bodoh,motivasi kurang , dsb
Pandangan Kedua : Semangat juang tinggi, mau berkembang, cerdas, Motivasi tinggi, mau meningkatkan kreatifitasnya, dsb
MENURUT SAYA: Dari perbandingan dua pandangan tersebut,
memang ada benarnya jika pandangan kedua lebih baik dari pandangan pertama,
seperti contoh : Siswa yang mencontek pekerjaan temannya, Siswa yang cuma copy
paste makalah dari Internet, dsb.
Ditinjau dari sisi lainnya, Saya membuat antithesisnya
lagi yakni Pandangan pertama lebih baik dari pandangan kedua, contoh kasus :
Seorang petani mempunyai keluarga yang terdiri dari 1 orang istri dan 4 orang
anak, petani tersebut memiliki 3 lahan sawah, untuk menghemat pengeluaran, Pak
Tani tersebut mengolah sawahnya sendiri. Seiring berjalannya usia, anak-anak Pak
Tani bertambah besar, dan kebutuhan pun meningkat baik pangan,sandang, sekolah,
dsb. Namun termakan oleh usia, kemampuan fisik pak tani pun menurun. Dia sudah
tidak sanggup lagi mengolah 3 lahan sawah sekaligus. Akhirnya sebagian dari
uang simpanan pak tani membeli alat pembajak sawah modern. Dengan adanya alat
itu pekerjaan pak tani bisa lebih ringan, lebih cepat selesai dan pemasukanpun bertambah.
Ditinjau dari kasus diatas, Pak petani memilih pandangan
pertama, yakni “klo bisa dipermudah kenapa dipersulit?” Dibanding mencangkul,
pak Tani memilih memakai alat modern yang lebih cepat,efisien dan praktis.
Disini coba kita cermati dari sisi psikologisnya : apa pak tani tidak mempunyai
semngat juang? Dia berjuang untuk menghidupi keluarganya. Apa dia tidak cerdas?
Dia cerdas karena bisa memahami kondisi tubuhnya dan melakukan investasi properti
yang baik. Apa dia tidak mau berkembang? Dia berkembang dengan mengikuti zaman,
memanfaatkan teknologi yang ada.
Dari pembahasan diatas berarti antithesis saya berlaku yakni
pandangan pertama lebih baik dari pandangan kedua. Sesuai perkembangan zaman
yang berubah, kita harus bisa fleksibel dan beradaptasi dengan lingkungan.
Dengan zaman yang dituntut serba cepat, kita diharuskan untuk menjadi pribadi
yang cerdas, praktis, dan efisien supaya tidak ketinggalan peluang yang ada.
Contoh sederhana, Seorang pengusaha Indonesia mendapat proyek bernilai jutaan
dolar di amerika, dalam jangka waktu 3 hari dia sudah harus ada disana untuk
mempresentasikan rancangan proyeknya. Dia lebih memilih naik pesawat yang dalam
jangka 1 hari sudah sampai di amerika daripada naik kapal.
Bicara tentang perubahan, Pak Marsigit menjelaskan bahwa
menurut filsafat segala sesuatu didunia ini mengalami perubahan tetapi juga ada
yang tetap tidak berubah. Contoh:
Mengalami Perubahan : Berubah nama(penambahan gelar atau pangkat), berubah bentuk tubuh(pertumbuhandari anak-anak menuju dewasa), dsb
Yang tetap / tidak berubah : Jati diri kita sebgai ciptaan tuhan (dari lahir hingga mati nanti hakikat kita sebagai ciptaan Tuhan tidak pernah berubah),dll.
Karena mengalami 2 hal diatas kita bisa disebut hidup, sebab
hidup itu adalah interaksi sesuatu yang tetap dengan yang berubah.
Menanggapi perubahan-perubahan tersebut, kita juga harus
berpikir kritis, banyak teori-teori yang berkembang mengenai perubahan, misalnya
teori big bang dan evolusi Darwin. Pertanyaan yang muncul dibenak saya, “
Mengapa hal ini bisa diangkat dan disahkan sebagai suatu teori ,dianggap
sebagai bagian dari pengetahuan padahal belum ada bukti konkretnya. Berbeda
dengan Ilmu fisika yang banyak aplikasinya didalam kehidupan sehari-hari.”
Pertanyaan saya ditanggapi oleh pak Marsigit, “ Teori bisa dikenal karena
memang ditulis dan ada acuannya, dipublikasikan, ada sponsorship dan
dihidup-hidupkan, kemudian ada manfaatnya.” Misalnya dalam teori big bang ,
dalam product tertentu teori ini bermanfaat namun ketika menyentuh level-level tertentu
ketika menyentuh batas-batas agama kita harus meneguhkan keyakinan kita, sebab
agama merupakan dogma atau suatu kesatuan yang tidak bisa diubah yang harus
dilaksanakan. Kita juga harus ingat bahwa pada dasarnya teori-teori itu
hanyalah buatan/ciptaan manusia saja. Menurut Pak Marsigit, dalam kasus-kasus
tertentu seperti ini hal-hal tersebut cukup diterima sebagai pengetahuan saja.
SEKIAN refleksi saya, Semoga berguna. Terima Kasih.
Good good
BalasHapusTerimakasih Pak 😃
BalasHapus